Ceritanya hari ini saya punya janji untuk mengantar santri pergi ke Bazar Buku. Tapi, karena alasan kesehatan akhirnya beberapa jam sebelum keberangkatan terpaksa saya batalkan janji itu.
Apalah daya, manusia hanya mampu untuk merencanakan. Kemarin sore saat mereka bercerita dengan antusias tentang bazar buku itu, membuat antusias mereka menular ke dalam jiwa saya.
Bagi saya mereka bukan sekedar seorang santri, tetapi lebih dari itu. Mereka sudah saya anggap sebagai adik, sahabat bahkan anak. Wkwkwkwkw serasa jadi tua banget ya tiba-tiba punya anak usia SMP dan SMA.
Entahlah dari awal saya mengenali mereka, saya seperti menemukan diri saya yang dulu. Dalam mata mereka terpancar magnet yang mengundang memori kenangan berputar.
Melalui mereka saya bisa merasakan aura semangat meraih cita-cita meski usia kita tidak sama. Melalui mereka saya merasa dituntut untuk mampu menjadi sahabat sekaligus ibu bagi mereka. Meski mungkin saya tidak akan mampu menggantikan sosok ibu bagi mereka dan bahkan seringkali saya masih bersikap kekanak-kanakan di hadapan mereka.
Melalui mereka saya bisa mencurahkan semua mimpi yang sampai hari ini terus saya perjuangkan. Melalui mereka saya bisa menceritakan semua kenangan yang sampai hari ini membuat saya seperti ini.
Tapi, inilah saya. Saya yang berusaha apa adanya tanpa ingin membuat image telihat sempurna. Biarlah mereka yang menilai. Tugas saya hanya ingin mendampingi perjalanan mereka meraih apa yang seharusnya mereka raih.
Sore tadi saya dapat oleh-oleh hasil perjalanan mereka dari bazar buku yang tadi pagi saya janjikan. Melihat judul bukunya saya jadi teringat tulisan saya tahun lalu meski baru saya publish beberapa bulan kemarin yang berjudul Dimana Bahagia Itu? Serasa menjadi sebuah sandingan dari tulisan itu.
Judul bukunya adalah Bahagia itu Wajib. Kata mereka, gambar cover buku tersebut ada filosofi yang menghangatkan hati saya. Gambar seorang laki-laki berkacamata berdampingan dengan seorang perempuan berhijab, kemudian di depannya ada dua anak kecil laki-laki dan perempuan. Mereka bilang itu seperti saya, suami dan anak-anak saya. Keluarga bahagia, harapan mereka keluarga kecil saya selalu berbahagia.
Bagi saya bahagia itu sederhana. Meski terkadang bisa bahagia itu tidak sederhana. Sebenarnya kunci menjadikan bahagia itu sederhana atau rumit ada pada diri kita. Seperti apa kita menciptakan bahagia itu sendiri.
Bisa berkumpul dengan mereka saling berbagi canda dan tawa, itu adalah bahagia.
Bisa bersama dalam satu shaf shalat lima waktu, duduk bersama dalam majlis mendengarkan ceramah, itu adalah bahagia.
Mempelajari hal yang tidak saya tahu kemudian dengan semangatnya mereka mengajari saya tanpa ada jarak diantara kita, itu adalah bahagia.
Menceritakan dan menjawab segala hal yang ingin mereka ketahui dengan suasana hangat persahabatan, itu adalah bahagia.
Melihat mereka makan bersama dalam satu tobak, bergotong royong membersihkan lingkungan pesantren, mencuri tidur di saat pengajian atau pembacaan Al-Ma'tsurat, itu adalah bahagia.
Melihat mereka khusyu mengingat Ayat Al-Quran dengan Mushaf yang erat di tangan, suara tilawah menelisik hati, itu adalah bahagia.
Hidup bersama kalian.. Para santri, itu adalah bahagia..
Kebahagian yang tak mampu terukir dalam untaian kata meski telah berjuta kata tertulis.
Terimakasih untuk semua kebahagiaan yang kalian berikan. Semoga kita bisa bersama meraih Jannah-Nya.
Amin Ya Rabb..
0 komentar